Saat cinta berpaling, Saat hati menjelma serpihan-serpihan kecil, Saat ujian demi ujian-Nya terasa terlalu berat untuk ditanggung sendiri, Maka ke mana seorang istri harus mencari kekuatan agar hati mampu terus bertasbih ? Sepenggal puisi indah di atas merupakan karya Asma Nadia, penulis yang melahirkan Catatan Hati Seorang Istri
(CHSI). Sebuah kumpulan curhat dari banyak perempuan yang merasa
teraniaya oleh pasangan hidupnya. Ya, CHSI memang berisi kisah kehidupan
teman, sahabat atau orang yang dikenalnya. Namun, ada juga dari mereka yang sengaja mengirimkan kisah kepada
dirinya. “Sekitar 50 persen memang saya kenal dan memiliki ikatan
emosional. Sementara 50 persen
lainnya hanya mengirimkan curhatan, tanpa saya kenal,” ujarnya. Kendati banyak kisah pilu yang masuk, tapi penulis yang mempunyai nama asli Asmarani Rosalba itu tetap menyaring cerita-cerita yang ditulisnya. “Saya pilih kisah-kisah perempuan yang teraniaya oleh pasangannya, namun di sisi lain mereka punya kekuatan untuk bertahan. Lewat tulisan-tulisan itu saya ingin agar perempuan Indonesia menjadi lebih kuat, lebih tegar dan tidak putus asa, seburuk apa pun masalah yang menimpanya,” begitu pesan Asma lewat novelnya.
lainnya hanya mengirimkan curhatan, tanpa saya kenal,” ujarnya. Kendati banyak kisah pilu yang masuk, tapi penulis yang mempunyai nama asli Asmarani Rosalba itu tetap menyaring cerita-cerita yang ditulisnya. “Saya pilih kisah-kisah perempuan yang teraniaya oleh pasangannya, namun di sisi lain mereka punya kekuatan untuk bertahan. Lewat tulisan-tulisan itu saya ingin agar perempuan Indonesia menjadi lebih kuat, lebih tegar dan tidak putus asa, seburuk apa pun masalah yang menimpanya,” begitu pesan Asma lewat novelnya.
Enam Seri CHSI
Sebenarnya, CHSI pertama kali diterbitkan pada 2005 oleh Lingkar Pena Publishing. Sayangnya, usaha penerbitan itu akhirnya tutup. Tapi Asma tidak putus asa, empat tahun kemudian ia mendirikan penerbitan sendiri dengan nama Asma Nadia Publishing. CHSI versi baru pun diterbitkan kembali lengkap dengan cara-cara mengatasi masalah. “Ada penambahan cerita di buku CHSI versi baru. Karena ada beberapa cerita yang saya up date. Setelah dicetak Asma Nadia Publishing, CHSI sudah dicetak ulang 13 kali,” terangnya kepada Nyata, Rabu (2/7). Menurut Asma, CHSI muncul dalam enam seri yaitu Catatan Hati Seorang Istri, Catatan Hati Cemburu, Catatan Hati di Setiap Doaku, Catatan Hati Bunda, Catatan Hati Jangan Bercerai Bundaku dan Catatan Hati Pengantin Baru. Sebagai penulis, Asma cukup bangga CHSI tidak saja laris sebagai novel non fiksi tetapi juga setelah diangkat ke layar kaca. Adaptasi lepas CHSI ditulis oleh Hilman Hariwijaya yang dikenal sebagai penulis dan pencipta tokoh Lupus. Proses dari buku menjadi seri sinetron berlangsung selama setahun. “Sebagai penulis skenario, Hilman sudah bisa mewakili apa yang ada di novel. Tapi saya sering kasih masukan agar tampilan versi layar kacanya lebih baik,” ujar istri Isa Alamsyah itu. Asma yang kerap menonton serial CHSI mengaku cukup puas karena sinetron itu digarap dengan profesional. “Saya melihat PH yang memproduksi bagus, penulis skenario serta pemainnya juga tepat. Sutradara Maruli Ara bukan sekedar sutradara pembuat sinetron kacangan, tapi sangat memperhatikan detil,” ibu dua anak -Putri Salsa (18) dan Adam Putra Firdaus (14)- itu memuji.
Sebenarnya, CHSI pertama kali diterbitkan pada 2005 oleh Lingkar Pena Publishing. Sayangnya, usaha penerbitan itu akhirnya tutup. Tapi Asma tidak putus asa, empat tahun kemudian ia mendirikan penerbitan sendiri dengan nama Asma Nadia Publishing. CHSI versi baru pun diterbitkan kembali lengkap dengan cara-cara mengatasi masalah. “Ada penambahan cerita di buku CHSI versi baru. Karena ada beberapa cerita yang saya up date. Setelah dicetak Asma Nadia Publishing, CHSI sudah dicetak ulang 13 kali,” terangnya kepada Nyata, Rabu (2/7). Menurut Asma, CHSI muncul dalam enam seri yaitu Catatan Hati Seorang Istri, Catatan Hati Cemburu, Catatan Hati di Setiap Doaku, Catatan Hati Bunda, Catatan Hati Jangan Bercerai Bundaku dan Catatan Hati Pengantin Baru. Sebagai penulis, Asma cukup bangga CHSI tidak saja laris sebagai novel non fiksi tetapi juga setelah diangkat ke layar kaca. Adaptasi lepas CHSI ditulis oleh Hilman Hariwijaya yang dikenal sebagai penulis dan pencipta tokoh Lupus. Proses dari buku menjadi seri sinetron berlangsung selama setahun. “Sebagai penulis skenario, Hilman sudah bisa mewakili apa yang ada di novel. Tapi saya sering kasih masukan agar tampilan versi layar kacanya lebih baik,” ujar istri Isa Alamsyah itu. Asma yang kerap menonton serial CHSI mengaku cukup puas karena sinetron itu digarap dengan profesional. “Saya melihat PH yang memproduksi bagus, penulis skenario serta pemainnya juga tepat. Sutradara Maruli Ara bukan sekedar sutradara pembuat sinetron kacangan, tapi sangat memperhatikan detil,” ibu dua anak -Putri Salsa (18) dan Adam Putra Firdaus (14)- itu memuji.
Kejutan tentang Hana
Tidak dipungkiri, sukses CHSI di layar kaca berdampak semakin banyaknya orang yang curhat kepada dirinya. Rupanya, sinetron itu telah membuat banyak perempuan lebih terbuka untuk saling berbagi masalah dan kepedihan mereka. Dalam sehari Asma mengaku menerima lebih dari 30 email. Dari sekian cerita yang dituturkan, ada beberapa yang menurut Asma sangat tragis. Karena tidak sanggup membalas semua email yang masuk secara cepat, maka Asma mendirikan grup di Facebook dengan page www.facebook.com/groups/catatanhatiseorangistri. “Baru tiga hari membuat grup anggotanya sudah lebih dari 10 ribu. Dan ternyata anggotanya tidak hanya dari ibu-ibu tetapi juga anak-anaknya. Lewat grup itu saya berharap mereka bisa sharing dan saling menguatkan,” kata Asma yang mengawali kariernya sebagai penulis fiksi. Meski begitu, Asma juga kerap menerima email yang mempertanyakan keberadaan Hana yang menurut beberapa wanita terlalu lemah. “Terhadap kritik itu saya katakan, tunggu saja akhir dari cerita Hana yang sebenarnya. Pasti akan ada banyak kejutan,” ujarnya seraya tersenyum. Sayangnya, Asma menolak mengungkapkan keberadaan Hana.
Tidak dipungkiri, sukses CHSI di layar kaca berdampak semakin banyaknya orang yang curhat kepada dirinya. Rupanya, sinetron itu telah membuat banyak perempuan lebih terbuka untuk saling berbagi masalah dan kepedihan mereka. Dalam sehari Asma mengaku menerima lebih dari 30 email. Dari sekian cerita yang dituturkan, ada beberapa yang menurut Asma sangat tragis. Karena tidak sanggup membalas semua email yang masuk secara cepat, maka Asma mendirikan grup di Facebook dengan page www.facebook.com/groups/catatanhatiseorangistri. “Baru tiga hari membuat grup anggotanya sudah lebih dari 10 ribu. Dan ternyata anggotanya tidak hanya dari ibu-ibu tetapi juga anak-anaknya. Lewat grup itu saya berharap mereka bisa sharing dan saling menguatkan,” kata Asma yang mengawali kariernya sebagai penulis fiksi. Meski begitu, Asma juga kerap menerima email yang mempertanyakan keberadaan Hana yang menurut beberapa wanita terlalu lemah. “Terhadap kritik itu saya katakan, tunggu saja akhir dari cerita Hana yang sebenarnya. Pasti akan ada banyak kejutan,” ujarnya seraya tersenyum. Sayangnya, Asma menolak mengungkapkan keberadaan Hana.
Sakit-sakitan
Okelah kalau tak tahu siapa Hana, kita kenal lebih jauh tentang Asma Nadia sendiri. Asma adalah salah satu penulis best seller wanita di Indonesia. Dalam kurun waktu 10 tahun, ia telah menulis lebih dari 40 buku plus puluhan antologi. Beberapa penghargaan nasional di bidang kepenulisan pernah diraihnya. Di antaranya Pengarang Terbaik NasionalAdikarya Ikapi Award 2000, 2001, dan 2005, peraih Penghargaan dari Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) 2005, Anugerah IBF Award sebagai novelis Islami terbaik (2008), peserta terbaik lokakarya perempuan penulis naskah drama yang diadakan FIB UI . Putri pasangan Amin Usman dan Maria Eri Susianti itui lewat mailing list pembacaasmanadia@yahoogroups.com, berusaha memberdayakan pembacanya yang sebagian besar pe rempuan (para istri dan ibu rumah tangga) serta generasi muda untuk terlibat dalam kampanye Perempuan Indonesia Menulis! Hasilnya, lahir puluhan antologi yang ditulisnya dengan pembaca dan telah diterbitkan beberapa penerbit. Salah satu cerpennya berjudul Emak Ingin Naik Haji telah difilmkan dan mendapat anugerah film terpuji dalam Festival Film Bandung. Seratus persen royalti buku Emak Ingin Naik Haji dimanfaatkannya untuk memberangkatkan ustad dan ustadzah yang kurang mampu ke Tanah Suci. Kiprah penulis kelahiran Jakarta 26 Maret 1972 yang masa kecilnya dihabiskan di rumah kontrakan sederhana di pinggir rel kereta api ini juga merambah dunia internasional. Ia pernah diundang menghadiri acara kepenulisan di Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam pada 2006. Undangan yang sama diperolehnya dari Le Chateau de Lavigny (2009) di Switzerland. Ternyata dengan semua prestasi itu, Asma tidak memiliki gelar kesarjanaan. Kenapa? “Karena saat kecil, saya sakit-sakitan mulai jantung, paru-paru, gegar otak dan tumor,” katanya
Okelah kalau tak tahu siapa Hana, kita kenal lebih jauh tentang Asma Nadia sendiri. Asma adalah salah satu penulis best seller wanita di Indonesia. Dalam kurun waktu 10 tahun, ia telah menulis lebih dari 40 buku plus puluhan antologi. Beberapa penghargaan nasional di bidang kepenulisan pernah diraihnya. Di antaranya Pengarang Terbaik NasionalAdikarya Ikapi Award 2000, 2001, dan 2005, peraih Penghargaan dari Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) 2005, Anugerah IBF Award sebagai novelis Islami terbaik (2008), peserta terbaik lokakarya perempuan penulis naskah drama yang diadakan FIB UI . Putri pasangan Amin Usman dan Maria Eri Susianti itui lewat mailing list pembacaasmanadia@yahoogroups.com, berusaha memberdayakan pembacanya yang sebagian besar pe rempuan (para istri dan ibu rumah tangga) serta generasi muda untuk terlibat dalam kampanye Perempuan Indonesia Menulis! Hasilnya, lahir puluhan antologi yang ditulisnya dengan pembaca dan telah diterbitkan beberapa penerbit. Salah satu cerpennya berjudul Emak Ingin Naik Haji telah difilmkan dan mendapat anugerah film terpuji dalam Festival Film Bandung. Seratus persen royalti buku Emak Ingin Naik Haji dimanfaatkannya untuk memberangkatkan ustad dan ustadzah yang kurang mampu ke Tanah Suci. Kiprah penulis kelahiran Jakarta 26 Maret 1972 yang masa kecilnya dihabiskan di rumah kontrakan sederhana di pinggir rel kereta api ini juga merambah dunia internasional. Ia pernah diundang menghadiri acara kepenulisan di Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam pada 2006. Undangan yang sama diperolehnya dari Le Chateau de Lavigny (2009) di Switzerland. Ternyata dengan semua prestasi itu, Asma tidak memiliki gelar kesarjanaan. Kenapa? “Karena saat kecil, saya sakit-sakitan mulai jantung, paru-paru, gegar otak dan tumor,” katanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar