Selasa, 28 Oktober 2014

BUKU - Catatan Hati Ibunda

Menjadi seorang bunda bukanlah tugas yang selamanya berhias senyum dan tawa. Adakalanya mata mendanau diiringi hati yang pilu. Kecemasan, kekalutan, kekecewaan, ketakutan, bahkan kehilangan, acap menghantui perjalanan membersamai anak-anak. Tidak sedikit kemudian para bunda terserang stress dan mengalami depresi. Bahkan media massa pernah
memberitakan kasus beberapa bunda yang gelap mata hingga tega membunuh anak kandungnya sendiri.. hii.. na’udzubillah. Mengasuh dan mendidik anak, yang merupakan amanah Allah, memang bukan pekerjaan ringan. Di dalamnya ada beragam masalah yang penanganannya tidak bisa serupa bagi semua anak. Karena masing-masing anak memiliki karakter yang berbeda. Ditambah kondisi sosial dengan perkembangan teknologi yang pesat menyebabkan komunikasi orangtua dengan anak tak ayal mengalami gap. Belum lagi masalah ekonomi yang kerap memperburuk kondisi psikologis sang bunda. Hal ini potensial meletupkan friksi. Tidak sedikit orang tua yang mengerutkan kening dan tak lagi mengguratkan senyum manis di bibir. Mereka kebingungan, butuh referensi sebagai panduan. Sayangnya, sekolah menjadi orang tua pun tidak ada. Maka, buku-buku parenting menjadi pilihan. Di tengah maraknya peredaran buku-buku parenting dengan beragam gaya penyampaian, hadirnya buku ‘Catatan Hati Ibunda’ merupakan pilihan yang baik. Ini adalah buku yang menggerakkan. Tidak berjejal teori, tidak sarat petuah, namun bertabur hikmah. Di dalamnya para bunda bertutur tentang rupa-rupa ujian dan tantangan yang mengepung keseharian mereka. Kisah dibuka dengan tuturan Asma Nadia, penggagas buku ini, berupa pengakuan bahwa dirinya bukanlah sosok bunda idaman. Membaca kisah ini, saya merasa, ini gue banget:) Bukan ratu dapur, juga tidak terampil beberes rumah. Bagaimana Asma Nadia menyikapi hal ini, sangat menarik untuk disimak dan direnungkan.
Berturut-turut mengalir cerita tentang bunda yang butuh kesabaran berkarung-karung tatkala menghadapi ulah si kecil, yang terperangah mendapati ananda berbohong, yang mengalami kepanikan ketika mendadak buah hati didera sakit, yang merasa sedih dan bersalah saat ananda berada di ambang remaja dan melakukan hal yang tak pantas, serta aneka kondisi lainnya, sampai masalah bunda yang menghadapi pernikahan yang berujung perceraian. Tidak hanya bunda yang full IRT namun para bunda wanita karir pun turut berbagi cerita. Salah satunya, ketika seorang bunda mendapat tugas dinas ke luar kota dari kantornya, apa yang terjadi dengan si kecil-nya yang ditinggal dengan pembantu yang baru seminggu bekerja di rumahnya? Sungguh sebuah pengalaman mencekam yang penuh hikmah. Salah satu ungkapan favorit saya dalam buku ini adalah bahwa mengasuh anak itu tidak sesederhana deret angka, yang berurut, tertata, terduga, dan terencana. Dan berikut ini paragraf yang indah serta bermakna dalam. Terminal bernama keluarga ini tentu saja tak hanya punya angka-angka pengatur jadwal agar kendaraan datang dan pergi tepat waktu. Ada ruang tunggu di sini, tempat jeda yang menepi dari putaran waktu. Tak perlu tergesa karena tempat singgah ini menampung penat, gelisah, cemas, dan semua rasa yang punya nama. Karena kita tumbuh terus dan mendialogkan rasa. Karena kita bukan deret angka yang sempurna (halaman 25). Ada beberapa kisah dengan tema berbeda yang memperlihatkan betapa dahsyatnya kekuatan doa. Salah satunya terdapat dalam kisah menyentuh tentang sebuah harap dari seorang single parent untuk bisa mendapatkan ayah yang baik bagi buah hatinya. Ia seorang perempuan sederhana, yang merasa tidak memiliki apa-apa selain doa-doa dalam sujud panjangnya di keheningan malam. Doa yang tak putus-putus senantiasa berbaris menuju langit meniupkan asa demi kebahagiaan keluarga kecilnya yang saat itu timpang akibat perceraian yang tak terhindarkan. Kisah ini bertenaga, ia menguatkan, ia mengajarkan kesabaran untuk tak lelah menyusun doa. Sungguh Allah Maha Mendengar. Tak ketinggalan, bunda yang telah lansia turut berbagi cerita. Diawali pernikahan yang dikategorikan terlambat oleh masyarakat, yaitu saat usia di ambang kepala empat. Maka membesarkan dua buah hati dalam usia yang tak lagi muda, memiliki tantangan tersendiri. Subhanallah, bunda ini punya kesabaran nyaris tak berbatas, tatkala putri bungsunya senantiasa memendam iri kepada kakaknya. Bermacam tingkah polah si adik hanya mampu membuatnya mengurut dada. Bagaimana perjalanan hidup sang bunda bersama kedua putrinya juga suami yang menuju renta, akan membukakan mata hati pembaca dan memberi pencerahan. Seluruhnya ada 19 kisah yang masing-masing memberikan pengalaman rasa berbeda yang membekas di hati. Saya tersenyum, tergelak, tercekat, terbelalak, tersentuh hingga berurai air mata bersama buku ini. Benarlah kiranya apa yang tertera mengenai buku ini. Sungguh, tulisan ini HARUS dibaca oleh setiap ibu rumah tangga. Sebab akan membuat setiap ibu merasa jauh lebih baik dan bisa melihat potensinya lebih tinggi dari seharusnya. Sungguh, tulisan ini juga WAJIB dibaca oleh setiap suami atau bapak rumah tangga, sehingga karenanya bisa semakin bersyukur dengan pasangan yang dimiliki (halaman 2). Keragaman cerita menjadikan buku ini kaya warna. Tempat tinggal para bunda tersebar di beberapa pulau di tanah air hingga manca negara. Latar finansial, dari yang mapan hingga yang kekurangan. Background pekerjaan, meliputi ibu rumah tangga juga para wanita karir. Usia pernikahan, mulai yang masih terhitung pengantin baru hingga yang berbilang lebih dari sepuluh tahun. Keutuhan rumah tangga, tidak hanya yang lengkap namun juga yang terseok dalam keretakan.Maka buku ini benar-benar very recommended.It’s a must read book, tidak hanya bagi ibu dan bapak rumah tangga, namun sangat baik juga bagi para calon ibu dan bapak rumah tangga, karena ada sangat banyak pembelajaran di dalamnya. Pemaparannya pun dilengkapi dengan petikan ayat suci Al-Quran dan hadits yang relevan, serta quote-quote yang penuh motivasi. Dengan bahasa yang ringan, mengalir, dan terangkai indah, menjadikan buku ini menyenangkan saat dibaca. Pilihan katanya terjaga, susunan kalimatnya tertata, membuatnya jauh dari kesan membosankan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar