Menjadi
seorang bunda bukanlah tugas yang selamanya berhias senyum dan tawa.
Adakalanya mata mendanau diiringi hati yang pilu. Kecemasan, kekalutan,
kekecewaan, ketakutan, bahkan kehilangan, acap menghantui perjalanan
membersamai anak-anak. Tidak sedikit kemudian para bunda terserang
stress dan mengalami depresi. Bahkan media massa pernah
memberitakan kasus beberapa bunda yang gelap mata hingga tega membunuh anak kandungnya sendiri.. hii.. na’udzubillah. Mengasuh dan mendidik anak, yang merupakan amanah Allah, memang bukan pekerjaan ringan. Di dalamnya ada beragam masalah yang penanganannya tidak bisa serupa bagi semua anak. Karena masing-masing anak memiliki karakter yang berbeda. Ditambah kondisi sosial dengan perkembangan teknologi yang pesat menyebabkan komunikasi orangtua dengan anak tak ayal mengalami gap. Belum lagi masalah ekonomi yang kerap memperburuk kondisi psikologis sang bunda. Hal ini potensial meletupkan friksi. Tidak sedikit orang tua yang mengerutkan kening dan tak lagi mengguratkan senyum manis di bibir. Mereka kebingungan, butuh referensi sebagai panduan. Sayangnya, sekolah menjadi orang tua pun tidak ada. Maka, buku-buku parenting menjadi pilihan. Di tengah maraknya peredaran buku-buku parenting dengan beragam gaya penyampaian, hadirnya buku ‘Catatan Hati Ibunda’ merupakan pilihan yang baik. Ini adalah buku yang menggerakkan. Tidak berjejal teori, tidak sarat petuah, namun bertabur hikmah. Di dalamnya para bunda bertutur tentang rupa-rupa ujian dan tantangan yang mengepung keseharian mereka. Kisah dibuka dengan tuturan Asma Nadia, penggagas buku ini, berupa pengakuan bahwa dirinya bukanlah sosok bunda idaman. Membaca kisah ini, saya merasa, ini gue banget… :) Bukan ratu dapur, juga tidak terampil beberes rumah. Bagaimana Asma Nadia menyikapi hal ini, sangat menarik untuk disimak dan direnungkan.
memberitakan kasus beberapa bunda yang gelap mata hingga tega membunuh anak kandungnya sendiri.. hii.. na’udzubillah. Mengasuh dan mendidik anak, yang merupakan amanah Allah, memang bukan pekerjaan ringan. Di dalamnya ada beragam masalah yang penanganannya tidak bisa serupa bagi semua anak. Karena masing-masing anak memiliki karakter yang berbeda. Ditambah kondisi sosial dengan perkembangan teknologi yang pesat menyebabkan komunikasi orangtua dengan anak tak ayal mengalami gap. Belum lagi masalah ekonomi yang kerap memperburuk kondisi psikologis sang bunda. Hal ini potensial meletupkan friksi. Tidak sedikit orang tua yang mengerutkan kening dan tak lagi mengguratkan senyum manis di bibir. Mereka kebingungan, butuh referensi sebagai panduan. Sayangnya, sekolah menjadi orang tua pun tidak ada. Maka, buku-buku parenting menjadi pilihan. Di tengah maraknya peredaran buku-buku parenting dengan beragam gaya penyampaian, hadirnya buku ‘Catatan Hati Ibunda’ merupakan pilihan yang baik. Ini adalah buku yang menggerakkan. Tidak berjejal teori, tidak sarat petuah, namun bertabur hikmah. Di dalamnya para bunda bertutur tentang rupa-rupa ujian dan tantangan yang mengepung keseharian mereka. Kisah dibuka dengan tuturan Asma Nadia, penggagas buku ini, berupa pengakuan bahwa dirinya bukanlah sosok bunda idaman. Membaca kisah ini, saya merasa, ini gue banget… :) Bukan ratu dapur, juga tidak terampil beberes rumah. Bagaimana Asma Nadia menyikapi hal ini, sangat menarik untuk disimak dan direnungkan.
Berturut-turut
mengalir cerita tentang bunda yang butuh kesabaran berkarung-karung
tatkala menghadapi ulah si kecil, yang terperangah mendapati ananda
berbohong, yang mengalami kepanikan ketika mendadak buah hati didera
sakit, yang merasa sedih dan bersalah saat ananda berada di ambang
remaja dan melakukan hal yang tak pantas, serta aneka kondisi lainnya,
sampai masalah bunda yang menghadapi pernikahan yang berujung
perceraian. Tidak hanya bunda yang full
IRT namun para bunda wanita karir pun turut berbagi cerita. Salah
satunya, ketika seorang bunda mendapat tugas dinas ke luar kota dari
kantornya, apa yang terjadi
dengan si kecil-nya yang ditinggal dengan pembantu yang baru seminggu
bekerja di rumahnya? Sungguh sebuah pengalaman mencekam yang penuh
hikmah. Salah
satu ungkapan favorit saya dalam buku ini adalah bahwa mengasuh anak
itu tidak sesederhana deret angka, yang berurut, tertata, terduga, dan
terencana. Dan berikut ini paragraf yang indah serta bermakna dalam. Terminal
bernama keluarga ini tentu saja tak hanya punya angka-angka pengatur
jadwal agar kendaraan datang dan pergi tepat waktu. Ada ruang tunggu di
sini, tempat jeda yang menepi dari putaran waktu. Tak perlu tergesa
karena tempat singgah ini menampung penat, gelisah, cemas, dan semua
rasa yang punya nama. Karena kita tumbuh terus dan mendialogkan rasa.
Karena kita bukan deret angka yang sempurna (halaman 25). Ada
beberapa kisah dengan tema berbeda yang memperlihatkan betapa
dahsyatnya kekuatan doa. Salah satunya terdapat dalam kisah menyentuh
tentang sebuah harap dari seorang single parent untuk bisa
mendapatkan ayah yang baik bagi buah hatinya. Ia seorang perempuan
sederhana, yang merasa tidak memiliki apa-apa selain doa-doa dalam sujud
panjangnya di keheningan malam. Doa yang tak putus-putus senantiasa
berbaris menuju langit meniupkan asa demi kebahagiaan keluarga kecilnya
yang saat itu timpang akibat perceraian yang tak terhindarkan. Kisah ini
bertenaga, ia menguatkan, ia mengajarkan kesabaran untuk tak lelah
menyusun doa. Sungguh Allah Maha Mendengar. Tak
ketinggalan, bunda yang telah lansia turut berbagi cerita. Diawali
pernikahan yang dikategorikan terlambat oleh masyarakat, yaitu saat usia
di ambang kepala empat. Maka membesarkan dua buah hati dalam usia yang
tak lagi muda, memiliki tantangan tersendiri. Subhanallah, bunda ini
punya kesabaran nyaris tak berbatas, tatkala putri bungsunya senantiasa
memendam iri kepada kakaknya. Bermacam tingkah polah si adik hanya mampu
membuatnya mengurut dada. Bagaimana perjalanan hidup sang bunda bersama
kedua putrinya juga suami yang menuju renta, akan membukakan mata hati
pembaca dan memberi pencerahan. Seluruhnya
ada 19 kisah yang masing-masing memberikan pengalaman rasa berbeda yang
membekas di hati. Saya tersenyum, tergelak, tercekat, terbelalak,
tersentuh hingga berurai air mata bersama buku ini. Benarlah kiranya apa
yang tertera mengenai buku ini. Sungguh, tulisan ini HARUS dibaca
oleh setiap ibu rumah tangga. Sebab akan membuat setiap ibu merasa jauh
lebih baik dan bisa melihat potensinya lebih tinggi dari seharusnya.
Sungguh, tulisan ini juga WAJIB dibaca oleh setiap suami atau bapak
rumah tangga, sehingga karenanya bisa semakin bersyukur dengan pasangan
yang dimiliki (halaman 2). Keragaman
cerita menjadikan buku ini kaya warna. Tempat tinggal para bunda
tersebar di beberapa pulau di tanah air hingga manca negara. Latar
finansial, dari yang mapan hingga yang kekurangan. Background pekerjaan,
meliputi ibu rumah tangga juga para wanita karir. Usia pernikahan,
mulai yang masih terhitung pengantin baru hingga yang berbilang lebih
dari sepuluh tahun. Keutuhan rumah tangga, tidak hanya yang lengkap
namun juga yang terseok dalam keretakan.Maka buku ini benar-benar very recommended.It’s a must read book, tidak
hanya bagi ibu dan bapak rumah tangga, namun sangat baik juga bagi para
calon ibu dan bapak rumah tangga, karena ada sangat banyak pembelajaran
di dalamnya. Pemaparannya pun dilengkapi dengan petikan ayat suci
Al-Quran dan hadits yang relevan, serta quote-quote yang penuh motivasi.
Dengan bahasa yang ringan, mengalir, dan terangkai indah, menjadikan
buku ini menyenangkan saat dibaca. Pilihan katanya terjaga, susunan
kalimatnya tertata, membuatnya jauh dari kesan membosankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar